Khutbah Jumat : Jihad tidak Identik dengan Perang

blog

Khutbah I

الحَمْدُ لله، الحَمْدُ للهِ الَّذِي أَمَرَ بِالْجِهَاد،  لِتَمْكِيْنِ النَّاسِ مِنْ مَعْرِفَةِ رَبِّ اْلعِبَاد، وَتَطْهِيْرِ اْلأَرْضِ مِنَ الظُّلْمِ وَاْلكِبْرِ وَاْلفَسَاد. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَه، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه، جَاهَدَ فِي سَبِيْلِ الله بِالْحِكْمَةِ وَاْلقُرْآن، وَاْلمَوْعِظَةِ وَاْلبَيَان، وَبِالسَّيْفِ وَاْلبُرْهَان، فَعُمْرُهُ كُلُّهُ جِهَاد. وَأَمْرُهُ كُلُّهُ دَعْوَةٌ وَرَشَاد. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينْ.

أَمَّا بَعْدُ ... فَيَا أَيُّهَا النَّاسْ ، اِتَّقُوا اللهْ ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِطَاعَتِهِ وَطَاعَةِ رَسُوْلِهْ ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا .

Kaum muslimin rahimakumullah,

Mari kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah, yaitu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Termasuk menjalankan perintah Allah, yaitu berjihad di jalan Allah (fi sabilillah) dengan cara yang benar sesuai dengan petunjuk-Nya. 

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah,

Belakangan ini, sebagian kalangan dalam Islam dan yang bukan Islam mengira bahwa jihad itu hanya perang. Ketika diucapkan kata jihad maka yang terlintas dalam pikiran mereka hanyalah perang. Benarkah demikian? Mari kita telusuri secara mendalam dengan pikiran yang jernih dan hati yang lapang.

Semua maklum bahwa Rasulullah Saw berdakwah di Makkah selama kurang lebih 13 tahun. Beliau berdakwah di Makkah tanpa ada perang satu pun bahkan tanpa kekerasan sedikitpun. Beliau berdakwah dengan hikmah dan keteladanan yang agung. Beliau mengajarkan beribadah hanya kepada Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan siapapun; tidak menyekutukan penyembahan-Nya dengan manusia, tidak pula dengan benda, seperti berhala dan patung. Beliau memberi contoh bagaimana menghargai orang lain, menepati janji dan tidak menyakiti seorang pun. Beliau juga memberi nasehat agar kita tidak menipu, tidak merampas, tidak berkata bohong, dan tidak berbicara kasar dan kotor.

Selama berdakwah di Makkah, Nabi Muhammad Saw menghadapi beratnya tantantangan, dan sukarnya rintangan. Beliau dicaci, dimaki, dicemooh dan disakiti. Beliau dituduh tukang sihir, dijuluki orang gila, dan dilempari kotoran bak orang terhina. Namun, marah kah beliau? Dendam kah beliau? Tidak! Sama sekali, tidak! Nabi yang mulia hatinya menerima itu semua dengan sabar. Makian tidak dibalas dengan makian, cacian tidak dibalikkan dengan cacian, penghinaan tidak diganti dengan penghinaan. Beliau membalas semua kemarahan itu dengan senyuman. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda: “تبسمك في وجه أخيك صدقة”, artinya: “Senyumanmu terhadap saudaramu senilai sedekah.” Penolakan sebagian besar penduduk Makkah tidak membuat beliau surut dalam perjuangan. Beliau tetap berdakwah, berusaha sekuat tenaga untuk menjelaskan kebenaran dan menyampaikan risalah Islam.

Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah,

Tidakkah perjuangan beliau di Makkah ini disebut jihad? Kerja keras beliau dengan tenaga dan pikiran, harta dan nyawa tidakkah termasuk jihad? Perjuangan melawan nafsu untuk tidak membalas, meredam amarah dan dendam, tidakkah juga termasuk jihad? Jika bukan jihad lantas apa sebutannya?

Kaum muslimin, apa yang dilakukan oleh Rasulullah Saw di Makkah jelas adalah jihad fi sabilillah. Beliau bersikap demikian di Makkah karena melaksanakan perintah Allah untuk berjihad dalam berdakwah. Itulah jihad yang maknanya besar, jihad yang sesungguhnya. Allah berfirman:

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا (الفرقان: 52)

Maka, janganlah engkau taati orang-orang kafir dan berjihadlah menghadapi mereka dengannya (al-Quran) dengan jihad yang besar. (Q.S. al-Furqan: 52)

Ayat ini bagian dari Surat al-Furqan yang merupakan Surat Makkiyah, yaitu surat-surat yang diturunkan selama Nabi berdakwah di Makkah. Jihad dalam ayat tersebut tentunya bukanlah perang karena di Makkah tidak ada peperangan. Oleh sebab itu para mufassir mengatakan bahwa jihad dalam ayat ini bukanlah jihad menggunakan pedang melainkan menggunakan al-Quran. Jihad menggunakan al-Quran artinya menggunakan petunjuk-petunjuknya atau argumen-argumennya atau bisa juga menggunakan bacaan al-Quran itu sendiri.  Dan terbukti, bahwa bacaan al-Quran bisa digunakan untuk berdakwah seperti yang terjadi pada Umar bin Khattab yang masuk Islam hanya karena mendengar lantunan Surat Taha.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Jihad Rasulullah Saw di Makkah bukanlah dengan pedang atau kekerasan melainkan dengan kesabaran dan petunjuk al-Quran. Beliau patuh pada perintah Allah untuk berjihad dengan sungguh-sungguh tanpa ada unsur kekerasan. Beliau juga yakin bahwa orang yang bersungguh-sungguh di jalan Allah pasti akan membuahkan hasil. Beliau sangat yakin dengan petunjuk al-Quran yang berbunyi:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ (العنكبوت: 69)

Orang-orang yang berjihad (berusaha) dengan sungguh-sungguh di (jalan) kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami (solusi). Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q.S. al-Ankabut: 69)

Ayat ini juga memuat kata jihad yang bukan berarti perang karena ayat ini merupakan bagian dari Surat al-Ankabut yang merupakan Surat Makkiyah. Ayat ini memberikan semangat dan keteguhan kepada Rasulullah Saw bahwa kebaikan dan ketabahan beliau di Makkah pasti akan mendapatkan hasilnya. Dan benar, beberapa penduduk Makkah menerima dan memeluk agama Islam.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah,

Ayat-ayat al-Quran di atas menegaskan bahwa jihad bukan hanya perang. Lantas bagaimana konsep jihad menurut hadis-hadis Nabi. Mari kita cermati beberapa hadis berikut:

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ - رضى الله عنها - أَنَّهَا قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ ، أَفَلاَ نُجَاهِدُ قَالَ: « لاَ ، لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ » رواه البخارى

Dari Aisyah, Ummul mukminin RA bahwa beliau berkata: “Wahai Rasulullah Saw, kami melihat bahwa jihad adalah perbuatan yang paling utama, maka bolehkah kami berjihad?” Nabi Saw menjawab: “Tidak, tapi jihad yang paling utama adalah haji yang mabrur”. (H.R. al-Bukhari)

Hadis ini adalah hadis yang shahih yaitu riwayat Imam Bukhari. Disebutkan dalam hadis tersebut bahwa jihad tidak hanya perang sebagaimana dipahami oleh Aisyah. Kemudian diperkuat oleh Nabi bahwa haji juga merupakan jihad bahkan jihad yang paling utama adalah haji yang mabrur yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mencari rida Allah. Haji termasuk jihad karena butuh perjuangan dan usaha yang serius, baik tenaga maupun harta.

Shahabat Abdullah bin Amru bin Ash bercerita bahwa ada seorang lelaki mendatangi Rasulullah Saw untuk minta ijin ikut berperang, kemudian beliau bertanya kepadanya:

فَقَالَ : « أَحَىٌّ وَالِدَاكَ » . قَالَ : نَعَمْ . قَالَ : « فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ » رواه الشيخان

Nabi Saw bertanya: “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki menjawab: “Iya”. Nabi Saw berkata: “Maka berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya”. H.R. Bukhari Muslim

Hadis yang sangat shahih ini menegaskan bahwa berbakti kepada kedua orang tua juga termasuk jihad.

Kaum muslimin rahimakumullah,

Dengan mengacu kepada dali-dalil al-Qur’an dan Hadits Nabi di atas, maka pendapat yang mengatakan bahwa jihad itu identik dengan perang sungguh keliru. Jihad bukan sinonim kata “qital”, yang berarti perang. Namun, jihad adalah usaha sungguh-sungguh untuk menjalani  hidup agar sesuai dengan petunjuk Allah. Perang hanyalah satu dari ribuan cara orang Islam dalam menjalankan jihad. Berperang atau qital diizinkan dalam Islam hanya ketika syarat-syarat untuk berperang telah terpenuhi. Yaitu, kaum Muslimin diperangi terlebih dahulu. Jadi jihad dalam artian perang hanya berlaku untuk tujuan mempertahankan diri. Jihad adalah prinsip umum dalam Islam untuk menjalani perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jihad artinya bersungguh-sungguh dengan berjuang mengerahkan segala daya dan upaya untuk melaksanakan ketaqwaan dan ber-amar makruf nahi munkar.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam Kitab Zadul Ma`ad membagi jihad menjadi 4 tingkatan: (1) jihad melawan hawa nafsu; (2) jihad melawan godaan setan; (3) jihad melawan orang kafir dan munafik; dan (4) jihad melawan orang-orang dzalim. Setiap tingkatan ini perlu dilalui terutama untuk tingkat yang pertama dan kedua. Artinya: seseorang jangan dulu merasa mampu melakukan jihad perang jika ia belum mampu melawan hawa nafsu dan menjauhi godaan setan. Bahkan Seorang mujahid sejati sebenarnya adalah orang yang berjuang melawan hawa nasfunya, sebagaimana sabda Nabi Saw:

« وَالْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِى طَاعَةِ اللَّهِ » رواه الإمام أحمد

Mujahid itu tidak lain hanyalah orang yang berjihad (berjuang) melawan hawa nafsunya demi taat kepada Allah. (H.R. Ahmad dengan sanad yang shahih)

Sangat penting bagi kaum muslimin untuk berjuang melawan hawa nafsunya bahkan dalam keadaan perang sekalipun. Ini sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw terhadap musuh yang menyerangnya dalam sebuah peperangan. Musuh itu bernama Ghauras bin al-Haris (غَوْرَثُ بْنُ الْحَارِثِ). Ghauras telah tersungkur dan Nabi Saw telah menghunus pedang untuk membunuhnya. Tetapi, Ghauras menyerah dan berjanji tidak akan memusuhi Nabi lagi. Apakah Nabi tetap membunuhnya? Tidak! Nabi malahan memaafkannya dan menyuruhnya pergi. (H.R. Imam Ahmad dengan sanad yang shahih)

Kaum muslimin,

Menjadi jelas bahwa jihad tidak hanya perang. Jihad dapat dilakukan dalam bentuk apapun asalkan dalam rangka ketaatan kepada Allah. Seorang pelajar bisa berjihad yaitu dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu. Seorang pedagang juga bisa berjihad yaitu berjuang menghasilkan uang dengan jujur dan jalan yang halal. Seorang petani juga bisa berjihad di jalan Allah dengan bersungguh-sungguh dalam pertaniannya, dan sebagainya. Semoga kita selalu diberi pertolongan oleh Allah supaya dapat bersungguh-sungguh dalam kebaikan sehingga dicatat oleh Allah sebagai mujahid fi sabilillah. Allahumma Amin.

بَارَكَ اللهُ لِىْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ اْلعَظِيمْ ، وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ اْلحَكِيمْ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينْ .

Khutbah II

الْحَمْدُ لِلّهْ ، الْحَمْدُ لِلّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرْ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهْ ، إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرْ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ ، سَيِّدُ اْلخَلَائِقِ وَاْلبَشَرْ .

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينْ .

أَمَّا بَعْدُ ، فَـيَآ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهْ ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونْ .

إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيّ ، يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينْ ، وَارْضَ عَنْهُمْ وَاْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينْ، وَعَنِ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّينْ ، وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِينْ.

اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمــُسْلِمَاتْ ، وَاْلمــُؤْمِنِيْنَ وَاْلمـــُؤْمِنَاتْ ، اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتْ ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتْ ، فَيَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتْ. ا. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلَاءَ وَاْلغَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَاْلفَحْشَاءَ وَاْلمـــُنْكَرْ ، وَاْلبَغْيَ وَالشَّدَائِدَ وَاْلمِحَنْ ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنْ، مِنْ بَلَدِنَا هذَا خَآصَّةْ ، وَمِنْ بُلْدَانِ اْلمـــُسْلِمِيْنَ عَآمَّةْ ، إِنَّكَ عَلىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرْ . رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْم .

عِبَادَ اللهْ ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونْ . اُذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ .

 

 

Dr. Khoirun Niat, Lc., MA, Pengasuh Ponpes An-Nur Komplek Khodijah Ngrukem Pendowoharjo Sewon Bantul DIY

 

Linkage