Komitmen Partai Politik dalam Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan

blog
  • PRESS RELEASE


Akhir Juli 2022, sebanyak 17 orang terduga teroris ditangkap di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan
Riau. 10 orang di antaranya ditengarai termasuk ke dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI), sedang 7 sisanya terafiliasi jaringan Jamaah Anshorut Daulah (JAD). Peristiwa itu kian menambah daftar panjang pihak-pihak yang berurusan dengan Densus 88 Antiteror Polri sepanjang tahun 2022. Padahal sebelumnya, terhitung hingga bulan Maret, 56 teroris telah berhasil dibekuk di berbagai wilayah Indonesia. 


Satu sisi, masifnya penangkapan itu tidak lepas dari ketentuan dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang disahkan pemerintah bersama DPR RI. Pasal 28 memberi ruang yang cukup leluasa bagi penyidik untuk melakukan penangkapan atas setiap terduga teroris, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, sebagai bentuk tindakan pencegahan (preventive  strike).


Namun di sisi lain, fakta di atas juga dapat dibaca bahwa ideologi ekstremisme dan terorisme masih tumbuh subur di negeri ini. Begitu pula dengan jaringan terorisme, masih eksis, bahkan berhasil memperluas cakupan, mempercanggih cara dan metode hingga akhirnya memperbanyak pengikut. Hasil penelitian CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018 menemukan, benih radikalisme dan ekstremisme tertanam di sebagian anak muda milenial, tak terkecuali di kalangan pelajar dan mahasiswa. 


Karena itu, dibutuhkan upaya, strategi beserta langkah-langkah terukur, terstruktur, dan sistematis agar pencegahan dan penanggulangan eskterimisme kekerasan dan terorisme benar-benar efektif. Dalam konteks ini, kami memandang peran partai politik sangat vital utamanya dalam merumuskan kebijakan yang tepat. Melalui kiprah kader-kadernya di legislatif dan pemerintahan, partai politik diharapkan senantiasa menandaskan komitmennya untuk: (1) menyerap aspirasi dan pandangan terkait dengan dinamika perkembangan ekstremisme dan terorisme; (2) mencermati berbagai alternatif strategi yang tersedia untuk merumuskan formula kebijakan yang tepat sesuai perkembangan; (3) mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan regulasi kebijakan secara seksama. 


Di samping itu, sebagai salah satu pilar demokrasi konstitusional, partai politik juga diharapkan terus menerus melakukan pengakaran partai (party rooting) melalui optimalisasi fungsi, khususnya fungsi artikulator dan pendidikan politik, termasuk penanaman nilai-nilai kebangsaan bagi konstituen. Dengan demikian, keberadaan partai tidak saja dipersepsi sebagai alat atau distributor kekuasaan tapi  juga, lebih-lebih, dipercaya sebagai penguat modal sosial dan pengendali konflik.


Seperti apa komitmen, peran, dan keterlibatan partai politik dalam upaya penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan dan terorisme di Indonesia? Apa saja yang sudah, sedang, dan akan dilakukan partai politik bagi penyempurnaan kebijakan serta memperkuat modal sosial? Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan Konrad-Adenauer-Stiftung (KAS) Indonesia-Timor Leste menyelenggarakan Seminar Nasional “Komitmen Partai Politik dalam Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme”.  Pembicara: Dr. Ahmad Basarah, SH., MH. (Wakil Ketua MPR RI, Ketua DPP PDI Perjuangan); Willy Aditya, M.T. (Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ketua DPP Partai Nasdem); Prof. Dr. Azyumardi Azra, CBE (Ketua Dewan Pers); Fahmi Alfansi Putra Pane, M.Si (han) (Majelis Pakar DPP PPP); dan Adi Prayitno, M.Si. (Pengamat Politik/Dosen FISIP UIN Jakarta).

Oleh: Idris Hemay (Direktur Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta )
    

Linkage